Hari Pahlawan merupakan hari peringatan atas jasa dan pengorbanan para pahlawan dan pejuang yang telah mengabdikan hidupnya demi tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam peringatan hari pahlawan biasanya dilakukan upacara bendera merah putih yang identik dengan 60 detik heningkan cipta. Tidak banyak dari generasi penerus bangsa mampu mengaplikasikan makna dari peringatan hari pahlawan, dan banyak pula penerus bangsa yang awam akan nama- nama Pahlawan Nasional Indonesia. Pemahaman tentang besarnya pengorbanan pahlawan yang telah berjuang titik darah penghabisan demi merebut Negara Indonesia tercinta dari tangan penjajah sangatlah minim.
Ironis kalau melihat anak generasi bangsa jaman sekarang, pegangannya algoritma mesin canggih tapi nama pahlawan saja tidak mengerti. Apalagi pengetahuan tentang sejarah pengorbanan apa yang dilakukan para Pahlawan Nasional demi negeri ini.
Indonesia memiliki banyak Pahlawan Nasional dari berbagai daerah, bukan hanya pahlawan yang terpampang di dinding kelas saja yang harus kita ketahui. Tetapi juga pahlawan yang telah berkorban mempertahankan wilayah Negara Indonesia. Contoh saja pahlawan yang terdapat pada uang Rp.10.000 cetakan baru yang tidak lama ini menjadi pusat perhatian karena diskriminasi wajah. Banyak warganet beranggapan "Siapakah pahlawan yang terpampang dalam uang Rp.10.000, kontribusi apa yang dia capai untuk Indonesia?". Minimnya pengetahuan dan sikap apriori menjadikan warganet tidak tahu dan tidak mau tahu pahlawan nasional mereka.
Napak Kilas
Frans Kaisiepo sebagai gambar pada uang rupiah kertas pecahan Rp.10.000 merupakan Pahlawan Nasional Indonesia dari Papua. Frans terlibat dalam anggota delegasi Konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada tahun 1946 membicarakan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Sebagi pembicara, Frans mengusulkan nama Papua dan Nederlans New Guinea diganti dengan kata IRIAN. Atas perjuangan semasa hidupnya, Frans Kaisiepo menerima penghargaan Trikora dan penghargaan Papera dari Pemerintah Republik Indonesia. Dan nama Frans Kaisiepo diabadikan sebagai Bandar Udara di Biak.
Sejarah Frans Kaisiepo memperjelas bahwa jiwa nasionalisme dalam diri orang Indonesia sangatlah kurang, acap kali kita tidak ambil pusing yang berkaitan dengan bangsa ini. Padahal kita sering menginginkan negara Indonesia menjadi negara yang maju, seperti Jepang maupun Amerika.
Melansir dari sebuah kutipan, "Keharuman nama sebuah bangsa merupakan salah satu hal yang dipersembahkan seorang pahlawan kepada bangsanya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa pahlawannya". Kutipan tersebut pun memperjelas tujuan dari peringatan hari pahlawan, yaitu untuk membangun kesadaran berbangsa dan bernegara, meningkatkan kebanggaan sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Kurangnya sikap nasionalisme itu sejalan dengan kemajuan teknologi yang tidak dapat di kontrol oleh para penggunanya, sehingga lebih banyak berdampak negatif. Tentu saja tolak ukur pemanfaatan teknologi harus diimbangi dengan tindakan yang positif, mempunyai impact buat diri sendiri.
Budaya membaca
Salah satu cara agar tidak buntu akan pemahaman tentang pahlawan tak lain adalah membaca. Dengan seringnya membaca, informasi dalam otak akan bertambah, kemampuan dalam berbahasa pun meningkat seiring dengan seseorang membaca buku atau informasi sekitar. Membaca dapat menentukan kualitas seseorang, bahkan kualitas bangsa. Berdasarkan hasil temuan United Nations Development Programme (UNDP), posisi minat baca Indonesia pada tingkat dunia berada pada peringkat ke-96, sejajar dengan Bahrain, Malta, dan Suriname. Berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment, diketahui minat baca siswa Indonesia rendah. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur, siswa Indonesia termasuk paling rendah. Dari 42 negara yang disurvey, Indonesia menduduki peringkat ke-39.
Bisa dikatakan orang Indonesia lebih sering membaca sesuatu yang tidak penting dibandingkan dengan membaca buku, informasi, atau sejarah yang dapat meningkatkan pengetahuan. Faktanya, orang Indonesia lebih tahan lama membaca status dalam media sosial seseorang, dibanding dengan membaca sejarah perjuangan Pahlawan Nasional mereka sendiri.
Melihat fenomena ini, sebagai penerus bangsa agaknya perlu sadar. Tanpa adanya perjuangan pahlawan mungkin sampai sekarang kita tidak dapat menikmati kehidupan yang damai, mau makan saja susah. Sifat menertawakan orang lain tanpa mengetahui kebenaran menjadi musuh utama sikap nasionalisme Bangsa Indonesia. Kesadaran tentang apa yang telah kita beri sebagai warga negara untuk Negara Indonesia ini pun tidak akan terwujud manakala kita masih saja mencela Pahlawan Nasional. Ironis kalau mengingat orang yang di perjuangkan kemerdekaannya oleh pahlawan malah menghina pahlawan, itu sama saja menghina negaranya sendiri.
Dalam peringatan hari pahlawan sangat perlu diadakannya sosialisasi tentang betapa pentingnya penghormatan terhadap pahlawan, baik dalam lingkungan anak muda maupun orang tua. Dan pengenalan nama- nama pahlawan terutama. Agar negara ini dapat dihargai oleh bangsanya dan sifat mencela dalam diri bangsa ini sirna. Pemerintah perlu kembali menggalak kegiatan yang memperlihatkan kontribusi pahlawan yang telah mengabdikan hidupnya demi NKRI. Jangan sampai penerus bangsa ini lupa akan pahlawannya sendiri, mau jadi generasi apa kita nanti.
Komentar
Posting Komentar