Langsung ke konten utama

Kita sama Kita satu

Akhir akhir ini marak pemberitaan tentang tindakan bullying, baik dilakukan kalangan remaja maupun anak dibawah umur. Penanaman sikap yang toleransi yang menjadi sasaran utama karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, yang jarang sekali anak sekarang diperhatikan dengan sebaik baiknya, seharusnya sebagai orang tua hendaknya kita coba jadi sahabat atau teman bagi anak. Dengan begitu anak bisa dengan leluasa bercerita apa masalah yang dialami, apa yang dirasakan saat itu, jadi kalo toh anak itu cerita dia telah menyakiti orang lain. Jangan langsung dimarahi itu akan membuat dia semakin menjadi jadi, alangkan baiknya di beri nasihat, di beri penjelasan kalo perbuatan itu kagak baik. Lama kelamaan dia akan mengerti apa yang dilakukan selama ini salah.
Mungkin itu sebab kecil yang sering membuat persatuan negeri ini goyah, intoleransi yang sangat melekat pada diri seseorang. Tak mau menerima perbedaan antara golongan satu dengan lainnya.
Teringat sebuah syair persatuan oleh schiller:
Kita mau menjadi bangsa yang bersatu-padu,
Takkan terpisah-pisah dalam bahaya maupun sengsara,
Kita ingin menjadi bangsa yang merdeka, seperti leluhur kita, 
Memilih mati daripada hidup sebagi budak,
Kita bertakwa kepada Tuhan yang Maha Tinggi,
Dan tak gentar akan kuasa manusia.

Nasib sebuah bangsa itu bergantung pada penerus bangsa yaitu KITA
Kalo bukan kita siapa lagi yang bisa menjaga keutuhan NKRI dan mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia.
Makin melihat kearah sini, sejarah Indonesia sejak 10 tahun terakhir seolah mencerminkan apa yang digambarkan seorang filsuf, Scheller:
"Eine grosse Epoche hat das Jahrhundert geboren. Aber der grosse Moment findest ein geschlecht".
Yang memiliki makna:
"Suatu masa besar dilahirkan abad. Tetapi masa besar itu menemui manusia kecil"

Jadi sebagai penerus bangsa kita harus menjaga, menghargai barang yang bernilai yaitu Negara Indonesia.

Komentar